Mengenal Ilmu Tauhid
Apakah
ilmu tauhid itu? Ilmu tauhid adalah ilmu yang membahas pengokohan
keyakinan-keyakinan agama Islam dengan dalil-dalil naqli maupun aqli yang pasti
kebenarannya sehingga dapat menghilangkan semua keraguan, ilmu yang menyingkap kebatilan
orang-orang kafir, kerancuan dan kedustaan mereka. Dengan ilmu tauhid ini, jiwa
kita akan kokoh, dan hati pun akan tenang dengan iman. Dinamakan ilmu tauhid
karena pembahasan terpenting di dalamnya adalah tentang tauhidullah (mengesakan
Allah). Allah swt. berfirman:
أَفَمَن
يَعْلَمُ أَنَّمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَبِّكَ الْحَقُّ كَمَنْ هُوَ أَعْمَى
إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُواْ الأَلْبَابِ
“Adakah
orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu
benar, sama dengan orang yang buta? Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang
dapat mengambil pelajaran.” (Ar-Ra’d: 19)
Bidang
Pembahasan Ilmu Tauhid
Apa saja
yang dibahas? Ilmu tauhid membahas enam hal, yaitu:
1. Iman
kepada Allah, tauhid kepada-Nya, dan ikhlash beribadah hanya untuk-Nya tanpa
sekutu apapun bentuknya.
2. Iman
kepada rasul-rasul Allah para pembawa petunjuk ilahi, mengetahui sifat-sifat
yang wajib dan pasti ada pada mereka seperti jujur dan amanah, mengetahui
sifat-sifat yang mustahil ada pada mereka seperti dusta dan khianat, mengetahui
mu’jizat dan bukti-bukti kerasulan mereka, khususnya mu’jizat dan bukti-bukti
kerasulan Nabi Muhammad saw.
3. Iman
kepada kitab-kitab yang diturunkan Allah kepada para nabi dan rasul sebagai
petunjuk bagi hamba-hamba-Nya sepanjang sejarah manusia yang panjang.
4. Iman
kepada malaikat, tugas-tugas yang mereka laksanakan, dan hubungan mereka dengan
manusia di dunia dan akhirat.
5. Iman
kepada hari akhir, apa saja yang dipersiapkan Allah sebagai balasan bagi
orang-orang mukmin (surga) maupun orang-orang kafir (neraka).
6. Iman
kepada takdir Allah yang Maha Bijaksana yang mengatur dengan takdir-Nya semua
yang ada di alam semesta ini.
A. Iman adalah Asas Amal (الإِيْمَانُ أَسَاسُ العَمَلِ)
Mengapa Allah SWT tidak menerima amal kecuali dari mukmin
(yang beriman kepada Allah dengan iman yang sesuai syariat Islam)?
Sebab orang-orang yang tidak beriman kepada Allah, tak
mengharapkan pahala dari-Nya, tidak takut dengan hukuman-Nya, beramal tanpa
pernah menginginkan keridhaan-Nya, dan tak peduli apakah yang mereka lakukan
halal atau haram, maka mereka jelas tidak berhak memperoleh ganjaran pahala
atas amal mereka meskipun amalnya baik. Karena mereka adalah orang-orang kafir
(mengingkari kenabian Muhammad SAW) yang tidak berusaha mencari agama Allah
yang benar, tidak mau mendengar penjelasan ilahi yang dibawa oleh para rasul
alaihimussalam, di samping itu, jika mereka mendengar ayat-ayat Allah dibacakan
kepada mereka, mereka mengolok-olokkannya, sehingga wajar kalau amal mereka
tertolak dan mereka mendapat sangsi atas kekafiran mereka.
وَقَدِمْنَا إِلَىٰ مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَّنثُورًا
[٢٥:٢٣]
“Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan,[1] lalu
kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.” (QS. Al-Furqaan: 23).
مَّثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ ۖ أَعْمَالُهُمْ كَرَمَادٍ اشْتَدَّتْ
بِهِ الرِّيحُ فِي يَوْمٍ عَاصِفٍ ۖ لَّا يَقْدِرُونَ مِمَّا كَسَبُوا عَلَىٰ
شَيْءٍ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الضَّلَالُ الْبَعِيدُ [١٤:١٨]
“Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan
mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang
berangin kencang. mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang
telah mereka usahakan (di dunia). yang demikian itu adalah kesesatan yang
jauh.” (QS. Ibrahim: 18)
وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآنُ
مَاءً حَتَّىٰ إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا وَوَجَدَ اللَّهَ عِندَهُ
فَوَفَّاهُ حِسَابَهُ ۗ وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ [٢٤:٣٩]
“Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah
yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila
didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. dan didapatinya
(ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan
amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya.” (24:
39).
Sebagai contoh :
John (misalnya) masuk ke sebuah kebun besar yang bukan
miliknya, ia menemukan beragam buah-buahan di dalamnya, lalu ia makan dan minum
serta melakukan berbagai perbuatan: mencabut beberapa pohon dan menanam pohon
yang lain tanpa seizin pemilik kebun. Sementara Muhsin (misalnya) masuk ke
dalam kebun yang sama namun ia berkata pada dirinya sendiri: “Saya tidak akan
melakukan apa-apa sebelum saya bertemu dengan pemilik kebun atau orang yang
ditugaskan oleh pemilik kebun mewakilinya.” Lalu ia mulai mencarinya. Pada saat
bertemu, pemilik kebun marah dan menolak apa yang dilakukan oleh John tapi John
tidak peduli dan tetap melakukan apa yang ia kehendaki tanpa izin pemilik
kebun. Sedangkan Muhsin mendengarkan dan mentaati semua arahan pemilik kebun.
Siapakah yang berhak mendapat penghargaan dari pemilik kebun, John ataukah
Muhsin? Apakah John berhak mendapatkan ucapan terima kasih apalagi bayaran atas
apa yang telah ia lakukan meskipun baik?
Orang yang berakal pasti berkata bahwa Muhsinlah yang berhak mendapat
penghargaan karena ia menuruti arahan dan aturan pemilik kebun, sedangkan John
tidak memperolehnya karena perintah dan larangan dari pemilik kebun telah ia
ketahui namun ia tak mau peduli, sehingga meskipun ada sebagian perbuatannya
dianggap baik tetap saja ia tidak berhak memperoleh penghargaan.
Demikianlah, bumi ini dan semua isinya adalah milik Allah secara mutlak, para
rasul-Nya adalah wakil Allah di bumi, orang yang beriman seperti “si Muhsin”
yang beramal sesuai petunjuk Allah Penciptanya, dan orang kafir seperti “si
John” yang berperilaku tanpa mau mengikuti petunjuk dan syariat Allah dan
berpaling dari apa yang telah disampaikan rasul-Nya.
B. Pintu Islam : Dua Kalimat Syahadat (بَابُ الإِسْلاَمِ : الشَّهَادَتَانِ)
Mengapa Islam menjadikan dua kalimat syahadat sebagai rukun
yang pertama?
Sebab kalimat syahadatain kita adalah:
Pengakuan dan pernyataan dengan syahadat pertama berarti: Anda meyakini dan
membenarkan bahwa alam semesta ini ada Pencipta yang telah mengadakannya dari
ketiadaan, mengatur dan menyempurnakannya, bahwa Dialah satu-satunya yang
berhak disembah – tak ada sekutu bagi-Nya – bahwa Anda adalah salah satu
ciptaan-Nya. Sedangkan syahadat kedua berarti Anda beriman, membenarkan dan
meyakini bahwa Muhammad adalah utusan Allah SWT, Dia mengutusnya dengan membawa
petunjuk dan penjelasan tentang hal-hal yang halal yang diridhai-Nya dan
penjelasan tentang yang haram yang menyebabkan murka-Nya, bahwa dengan ketaatan
Anda mengikuti Muhammad SAW berarti Anda telah merealisasikan ketaatan kepada
Allah. Dan sudah sama-sama kita ketahui bahwa jika Anda tidak beriman dengan
tauhid maka syahadat Anda dapat dikatakan batal atau tidak diterima.
JADI, kita harus mempelajari ilmu tauhid agar syahadat kita
diakui, keislaman kita benar, dan agar amal kita diterima di sisi Allah SWT.
“Maka Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah
(sesembahan, Tuhan) selain Allah.” (QS. Muhammad: 19)
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan dia (yang berhak
disembah), yang menegakkan keadilan. para malaikat dan orang-orang yang berilmu
(juga menyatakan yang demikian itu). tak ada Tuhan melainkan dia (yang berhak
disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali Imran:18).
Oleh karena itu, ilmu tauhid adalah dasar semua ilmu agama dan sekaligus ilmu
yang paling baik.
C. Kesimpulan (الخُلاَصَةُ)
■Allah SWT tidak akan menerima amal orang-orang kafir, Dia hanya menerima amal
mereka yang muslim (beriman kepada Allah sesuai syariat yang dibawa rasul-Nya).
■Alasannya: karena orang kafir bisa jadi melakukan amal yang
baik namun tidak menginginkan keridhaan Pencipta dan Pemilik dirinya bahkan ia
tidak peduli apakah Allah ridha atau murka, maka ia berhak dihukum dan tak
berhak mendapat pahala.
■Pintu masuk Islam adalah dua kalimat syahadat. Sedangkan
syahadat tidak akan sempurna jika seseorang tidak mengetahui ilmu tauhid. Oleh
karenanya ilmu tauhid adalah ilmu paling penting menurut agama Islam.
Keutamaan Ilmu Tauhid
Dari Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu,
beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa
yang meninggal dalam keadaan mengetahui bahwa tidak ada yang sesembahan -yang
benar- selain Allah, niscaya masuk surga.” (HR. Muslim, lihat Syarh
Muslim [2/64])
Hadits
yang agung ini mengandung banyak pelajaran, di antaranya:
- Ilmu -mengetahui maksudnya-
merupakan salah satu syarat la ilaha illallah (lihat at-Tanbihat
al-Mukhtasharah, hal. 43). Maknanya, jika seseorang mengucapkan la
ilaha illallah tanpa mengerti maknanya maka syahadatnya belum bisa
diterima.
- Yang dimaksud dengan ilmu di sini
adalah ilmu yang melahirkan amalan. Dia mengetahui bahwa sesembahan yang
benar hanya Allah dan dia pun menyembah-Nya serta tidak
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam hadits yang lain, “Barangsiapa yang
meninggal dalam keadaan tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun
maka dia akan masuk surga. Dan barangsiapa yang meninggal dalam keadaan
mempersektukan Allah dengan sesuatu apapun maka dia akan masuk neraka.”
(HR. Muslim dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu’anuma, lihat Syarh
Muslim [2/164-165])
- Hadits ini menunjukkan betapa
tinggi keutamaan ilmu tauhid. Karena ilmu tentang tauhid inilah yang akan
mengantarkan seorang hamba menuju surga-Nya. Dengan syarat orang tersebut
harus mengamalkannya dan tidak melakukan pembatalnya. Orang yang tidak
melakukan kesyirikan -dan dosa lain yang serupa- pasti masuk surga (lihat Syarh
Muslim [2/168])
- Hadits ini menunjukkan bahwa orang
musyrik di akherat kelak kekal di dalam neraka. Sama saja apakah dia itu
berasal dari kalangan Ahli Kitab; Yahudi dan Nasrani, pemuja berhala
ataupun segenap golongan orang kafir yang lainnya. Bahkan hukum ini -kekal
di neraka- juga berlaku umum bagi mereka yang memeluk agama selain Islam
ataupun mengaku Islam padahal telah dihukumi kekafiran akibat tindakan
kemurtadan yang dilakukannya kemudian mati di atas keyakinannya tersebut
(lihat Syarh Muslim [2/168])
- Hadits ini menunjukkan bahwa pahala
bagi amalan manusia di akherat nanti ditentukan di saat akhir
kehidupannya. Innamal a’malu bil khawatim.
- Hadits ini menunjukkan tidak
mungkin bersatu antara Islam dan kekafiran. Maka bagaimanakah lagi orang
yang mengatakan bahwa mereka menganut ajaran Islam Liberal?!
- Hadits ini menunjukkan betapa besar
kebutuhan umat manusia kepada ilmu tauhid, sebab apabila mereka tidak
memahaminya akan sangat besar kemungkinannya mereka melanggarnya -berbuat
syirik- dalam keadaan tidak sadar kemudian meninggal di atasnya, wal
‘iyadzu billah!
- Wajib mengimani adanya surga dan
segala kenikmatan yang ada di dalamnya
- Surga hanya dimasuki oleh
orang-orang yang bertauhid. Maka hadits ini menjadi bantahan yang sangat
telak bagi kaum Liberal dan Pluralis yang menggembar-gemborkan paham Islam
Liberal. Di antara contoh keyakinan mereka yang sangat menjijikkan adalah
ucapan salah seorang tokoh mereka, “Kalau surga itu hanya dihuni oleh
orang Islam saja, maka tentunya mereka akan kesepian.” Maha Suci Allah
dari apa yang mereka ucapkan. Ada seorang teman yang menceritakan
kepada kami sebuah kisah yang didengarnya dari salah seorang ustadz. Suatu
ketika seseorang berkata kepada temannya sesama tukang becak, “Surga
itu seperti alun-alun Kraton Yogyakarta. Dari mana saja orang datang dan
melewati jalan manapun, tidak masalah. Yang penting akhirnya mereka juga
sampai ke sana.” Maka temannya menjawab dengan lugas, “Itu ‘kan
surganya Mbah -Moyang- mu!”
- Hadits ini mengandung dorongan
untuk memahami dan mengamalkan tauhid dengan sebenar-benarnya serta
dorongan untuk menjauhi segala macam bentuk kesyirikan
Pembagian Tauhid –
Rububiyah, Uluhiyah, Asma wa Sifat
Tauhid Al Ma’rifat wal
Itsbat (Pengenalan dan Penetapan) yang mengandung 2 tauhid yaitu
- Tauhid Rububiyah yaitu
mengenal Allah melalui perbuatan-Nya.
- Tauhid Asma wa Sifat yaitu
mengenal Allah melalui nama dan sifat-Nya.
Tauhid Al Irodi Ath
Tholabi yaitu tauhid yang diinginkan dan dituntut, disebut juga tauhid
uluhiyah.
Akan tetapi seiring semakin
jauhnya umat Islam dari ajaran agama, sehingga banyak terjadi penyimpangan
keyakinan di dalam nama dan sifat Allah, maka Tauhid Asma wa Sifat disebutkan
secara khusus. Sehingga Tauhid dibagi menjadi 3 :
Tauhid Rububiyah
Yaitu mentauhidkan Allah dalam
perbuatan-Nya, seperti mencipta, menguasai, memberikan rizki, mengurusi
makhluk, dll yang semuanya hanya Allah semata yang mampu. Dan semua orang
meyakini adanya Rabb yang menciptakan, menguasai, dll. Kecuali orang atheis
yang berkeyakinan tidak adanya Rabb. Diantara penyimpangan yang lain yaitu kaum
Zoroaster yang meyakini adanya Pencipta Kebaikan dan Pencipta Kejelekan, hal
ini juga bertentanga dengan aqidah yang lurus.
Tauhid Uluhiyah
Mentauhidkan Allah dalam
perbuatan-perbuatan yang dilakukan hamba. Yaitu mengikhlaskan ibadah kepada
Allah, yang mencakup berbagai macam ibadah seperti : tawakal, nadzar, takut,
khosyah, pengharapan, dll. Tauhid inilah yang membedakan umat Islam dengan kaum
musyrikin. Jadi seseorang belum cukup untuk mentauhidkan Allah dalam
perbuatan-Nya (Tauhid Rububiyah) tanpa menyertainya dengan mengikhlaskan semua
ibadah hanya kepada-Nya (Tauhid Uluhiyah). Karena orang musyrikin dulu juga
meyakini bahwa Allah yang mencipta dan mengatur, tetapi hal tersebut belum
cukup memasukkan mereka ke dalam Islam.
Tauhid inilah yang menjadi inti
pembahasan dari Kitab Tauhid, oleh karena itu penulis memberikan judul “Kitab
Tauhid yang merupakan hak Allah terhadap hamba-Nya”. Judul ini diambil dari
perkataan Rasulullah terhadap Muadz bin Jabbal di atas keledai, “Tahukah engkau
apa hak Allah terhadap hamba-Nya, dan apa hak hamba terhadap Allah ?”, Muadz
bin Jabbal, “Allah dan Rasulnya yang lebih mengetahui”, Hak Allah kepada
hambanya yaitu agar hamba beribadah mentauhidkan Allah dan tidak menyekutukan
Allah.
Tauhid Asma Wa Sifat
Mengimani dan menetapkan apa yang
sudah ditetapkan Allah di dalam Al Quran dan oleh Nabi-Nya di dalam hadits
mengenai nama dan sifat Allah tanpa merubah makna, mengingkari, mendeskripsikan
bentuk/cara, dan memisalkan. Untuk pembahasan yang lebih lengkap bisa merujuk
ke beberapa kitab diantaranya Aqidah Washithiyah, Qowaidul Mutsla, dll.
Apabila ketiga tauhid di atas ada
yang tidak lengkap, maka seorang hamba bisa berkurang imannya atau bahkan telah
keluar dari Islam.
Syirk
Lawan tauhid adalah syirk, yaitu
menjadikan sesuatu mempunyai sekutu dalam suatu urusan. Maka barang siapa yang
telah syirk, maka dia telah menjadikan sekutu bagi Allah di dalam melaksanakan
ibadah.
Pembagian Syirk
Pembagian syirk menjadi 2 bagian
- Syirk besar :
Mengeluarkan seseorang dari Islam. Mengakibatkan sifat syirk melekat pada
seseorang.
- Syirk kecil : Jalan
menuju syirk akbar tapi tidak mengeluarkan seseorang dari Islam. Sifat
syirk tidak melekat seluruhnya pada seseorang.
Pembagian syirk menjadi 3 bagian
- Syirk besar yang nyata :
Melakukan amalan syirk besar yang nyata, seperti menyembah patung.
- Syirk kecil yang nyata :
Melakukan amalan syirk kecil yang nyata, misalkan bersumpah dengan nama
selain Allah.
- Syirk yang tersembunyi :
Melakukan amalan syirk yang tersembunyi
Syirk yang tersembunyi dibagi
menjadi
- Syirk tersembunyi yang besar
(riya’nya orang munafiq) : Hal ini mengeluarkan seseorang dari
Islam.
- Syirk tersembunyi yang kecil
(riya’nya kaum muslimin) : Hal ini tidak
mengeluarkan seseorang dari Islam.
Pembagian tauhid dan syirk menjadi
3 bagian memiliki dasar di dalam Al Quran dan As Sunnah tidak secara tersurat
tapi tersirat. Misalkan dalam ayat Al Fathihah, “Alhamdu lillaahi Rabbil
‘Alamin”
- Al-Hamdu = Tauhid Asma wa Sifat,
sifat Al Hamid,
- lillaahi = Tauhid Asma wa Sifat dan
Tauhid Uluhiyah, menetapkan nama Allah dan menetapkan peribadahan kepada
Allah
- Rabbi = Tauhid Rububiyah
Firman Allah, “Dan tidaklah Aku menciptakan Jin dan
Manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku”
Jin merupakan makhluk yang diciptakan
Allah dari api. Kata yang terdiri dari jim (ج) dan nun (ن)
dalam bahasa arab memiliki makna umum tertutup. Misalkan Majnun (orang gila)
tertutupi akal sadarnya, Jannatun (Surga) karena tertutupi kenikmatannya dari
pandangan, pendengaran, dan pemikiran manusia, begitu juga Jin bermakna
tertutup dari manusia. Jin juga dibebani ibadah sebagaimana manusia.
Manusia merupakan makhluk yang
Allah ciptakan dari tanah. Kata Al-Ins (manusia) memiliki makna Al-Uns (jinak,
saling bantu membantu), yaitu manusia harus saling tolong-menolong dalam
menjalani hidupnya.